Renungan Sabtu 1 Februari 2025; Pekan Biasa ke-III (Hijau)
Bacaan Pertama Ibrani 11: 1-2,8-19, Kidung Tanggapan Lukas 1:69-70,71-72,73-75,
Bacaan Injil Markus 4:35-41
Maka murid-murid membangunkan Yesus dan berkata kepada-Nya, “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” Yesus pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau, “Diam! Tenanglah!”
Saudara-Saudari Terkasih
Dalam kehidupan modern, ada banyak orang merasa tenggelam dalam badai kecemasan dan tekanan hidup seperti ketidakpastian ekonomi, penyakit yang mengancam, hubungan yang retak, dan kecemasan yang mencekik hati. Tekanan hidup ini tak jarang membuat manusia merasa perahu kehidupannya dihantam gelombang yang tak terkendali karena manusia menyadari bahwa hidupnya tidak memiliki dasar yang pasti, sehingga segala sesuatu bisa runtuh kapan saja. Akibatnya kita pun merasa panik, kita takut tenggelam, dan menjadi seperti murid-murid di Danau Galilea yang bertanya kepada Yesus: Tuhan, apakah Engkau tidak peduli jika aku binasa?
Kita pun mencari jawaban pada cara pandang duniawi dan tawaran-tawaran duniawi yang seolah-olah bisa memberikan kepastian bagi kita. Beberapa cara pandang duniawi seperti: jika kita bekerja lebih keras, jika kita lebih kuat, maka badai ini pasti bisa dikendalikan. Hal-hal ini kadang kala membuat kita lupa bahwa badai kehidupan tidak selamanya merupakan musuh yang harus dilawan. Pada beberapa momen, badai kehidupan merupakan kebenaran yang harus diterima. Badai kehidupan tidak selalu bisa dihentikan, tetapi kita bisa belajar untuk berlayar melaluinya dengan hati yang teguh. Disanalah iman kita diuji: apakah kita menjadi seperti murid-murid di danau Galilea yang merasa Yesus tidak peduli karena Ia tertidur ataukah kita tetap percaya ketika Tuhan tampaknya diam?
Saudara-Saudari Terkasih
Injil hari ini mengingatkan kita bahwa Yesus selalu ada di dalam perahu kehidupan kita. Ia mungkin tampak diam, tetapi Ia tidak pernah meninggalkan kita. Karena itu, menjadi orang beriman berarti belajar untuk tidak dikuasai oleh kecemasan dan tekanan hidup. Hal itu bukan berarti kita mengabaikan realitas, tetapi kita memilih untuk percaya bahwa ada tangan yang lebih besar yang menopang kita. Percaya kepada Yesus berarti percaya kepada penyertaan Allah. Yesus memang tidak menjanjikan hidup tanpa badai, tetapi Ia berjanji untuk menyertai umat-Nya hingga akhir zaman. Iman kepada Kristus menjadi jangkar yang membuat kehidupan kita tetap berlayar dan mengalami ketenangan sejati.

Kita dapat belajar dari Yesus yang tidak terguncang oleh kekuatan alam. Ia tidak cemas seperti murid-murid-Nya. Ia bangun, menghardik angin dan berkata kepada danau: Diam! Tenanglah! Seketika itu juga, angin reda, dan danau menjadi teduh. Yesus mau mengajarkan bahwa Allah memiliki kuasa untuk mengendalikan laut dan angin (Mazmur 107:29) dan Anak Allah memiliki otoritas Ilahi atas kehidupan manusia. Karena itu iman kepada Allah adalah kunci ketenangan dalam menghadapi badai kehidupan
Maka, jangan takut. Tuhan tidak pernah meninggalkan perahumu. Ketika badai kehidupan dan krisis hidup mengamuk, percayalah—Ia ada di sana, mengulurkan tangan-Nya, dan berbisik kepada jiwamu: Diamlah. Tenanglah. Amin.