SANPUKAT MAUMERE
SANPUKAT merupakan pemekaran dari Vedapura dan resmi menjalankan tugasnya sejak 5 Agustus 1970.
Potret buram kehidupan kehidupan masyarakat Flores dahulu yang terbelenggu kemiskinan, kemelaratan, kebodohan, kekafiran, takhyul, dan peperangan antar suku dan antar kampung telah menggugah dan mendorong para misionaris untuk segera mendirikan sekolah sebagai wadah strategis untuk mendidik dan mencerdaskan masyarakat Flores. Langkah awal yang diambil oleh para misionaris adalah mendirikan sekolah-sekolah di Larantuka, Flores Timur (1862), sekolah untuk putera di maumere (1874) dan sekolah untuk Remaja puteri di maumere pada 1879 dan 1890.
Maraknya pertumbuhan dan perkembangan sekolah di wilayah Flores tak dapat dipisahkan dari keterlibatan kuat pemerintah Hindia Belanda dalam bidang pendidikan. Campur tangan pemerintah Hindia Belanda terwujud melalui pemberian subsidi pendidikan pada tahun 1890 dan mulai berlaku penuh pada 1895. Sejak 1905 misi dan zending diberikan kewenangan yang penuh untuk menangani sekolah-sekolah yang ada.
Pada tahun 1913 Pendidikan dan pengajaran di wilayah Nusa Tenggara diserahkan kepada Gereformeerde Kerk di Sumba dan Missie di Flores. Dasar penyerahan ini dikenal dengan nama: “FLORES – SUMBA CONTRACT”. Pada prinsipnya keputusan ini memberikan kemungkinan dan peluang seluas-luasnya kepada Missie dan Zending untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di pulau dan kepulauan dalam wilayah Sumba dan Flores atas beaya pemerintah dengan catatan bahwa pemerintah tidak akan mencampuri urusan kedua lembaga tersebut sejauh keduanya menjalankan usaha secara memuaskan.
Untuk wilayah Flores manajemen persekolahan ditangani oleh sorang penguasa tunggal, yakni Vicaris Apostolik Ende yang disebut Schoolbeheerder dan berkedudukan di Ndona – Ende. Demi efektifitas pelaksanaan tugasnya Vicaris Apostolik dibantu oleh 5 Deken yang berada dalam 5 Dekenat wilayah Flores yang selalu memperhatikan sekolah-sekolah yang sudah didirikan dengan melakukan kunjungan untuk memonitor keadaan sekolah dan guru-gurunya.
Pada tahun 1899 missie membuka Sekolah Rakyat (Volkschoolen) untuk pertama kalinya di Kabupaten Sikka, yakni SRK Lela, yang kini menjadi SDK Lela 1 yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa sekolah di pedesaan seperti di Paga, Koting, Ili, Bola dan lain-lainnya. Pada masa Perang Dunia II semua sekolah menjadi milik Pemerintah dan praktis tidak ada penambahan jumlah sekolah. Menyikapi keadaan ini maka pada tahun 1953 diadakan perundingan antara Pemerintah RI dan Missie di Jakarta untuk mengadakan peninjauan kembali “FLORES – SUMBA CONTRACT”. Kala itu pihak missie diwakili oleh Mgr. Anton Thijssen, SVD.