RENUNGAN HARI MINGGU, 2 Februari 2025 – Pesta Yesus dipersembahkan di Kenisah
Bacaan Pertama, Maleakhi 3:1-4, Bacaan Kedua, Ibrani 2:14-18
Bacaan Injil, Lukas 2:22-40
Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada–Mu
Saudara-saudariku terkasih,
Hidup sering kali membawa kita pada persimpangan yang penuh ketidakpastian. Kita menghadapi situasi di mana harapan bertabrakan dengan kenyataan dan doa-doa yang kita panjatkan seakan tak kunjung datang. Kita bekerja keras, namun keberhasilan terasa begitu jauh. Kita berharap jalan terbuka, tetapi justru menghadapi pintu yang tertutup. Dalam ketidaksabaran, kita ingin waktu berlalu lebih cepat, seakan kebahagiaan hanya ada di masa depan. Kita pun merasa gelisah dalam penantian
Namun, tidakkah kita menyadari bahwa hidup bukanlah sekadar tentang sampai di tujuan, melainkan tentang bagaimana kita menjalani setiap langkah?. Tak dapat dipungkiri bahwa kita selalu berada dalam ketegangan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan sehingga keberadaan kita adalah sebuah proses “menjadi” yang tidak dapat dipercepat. Karena itu, kesabaran bukanlah sekadar menunggu hasil, menunggu pintu yang terbuka, ataupun menanti doa yang terkabul, melainkan menerima dan mengalami setiap saat sebagai bagian dari perjalanan menuju iman.
Seorang tua bernama Simeon yang menanti dengan sabar di perataran Bait Allah mengajarkan banyak hal untuk kita renungkan. Bertahun-tahun ia menantikan kedatangan Sang Mesias, tanpa kehilangan harapan. Dan akhirnya, ia melihat bayi Yesus, menggendong-Nya, dan mengucapkan doa yang penuh sukacita: “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu.” (Lukas 2:29-30)
Simeon tidak hanya melihat seorang bayi. Ia melihat terang dunia. Simon tidak sekadar menyentuh seorang anak, tetapi menyentuh keselamatan. Simon memahami bahwa Kristus bukan hanya bagi Israel, tetapi bagi seluruh umat manusia. Simon mengajarkan kepada kita bahwa dalam menunggu, kita tidak hanya menantikan sesuatu terjadi, tetapi juga belajar melihat dengan mata iman.
Saudara-saudariku,
apa artinya melihat dengan mata iman?. Hal Ini berarti melihat kehadiran Tuhan dalam setiap peristiwa hidup kita, bahkan dalam saat-saat gelap dan penuh tantangan. Mata iman bukanlah mata yang hanya melihat apa yang nyata di depan kita ataupun hasil yang nyata, tetapi mata yang mampu melihat kehadiran rahmat Tuhan di balik setiap peristiwa.
Simeon mengajarkan kepada kita bahwa iman sejati bukanlah sekadar percaya kepada Tuhan ketika segala sesuatu berjalan sesuai harapan kita, tetapi tetap percaya meskipun jalan hidup tampak samar dan penuh kesulitan. Mata iman adalah mata yang menembus batas dunia ini dan melihat bahwa Tuhan bekerja dalam segala hal, bahkan dalam keheningan dan dalam penantian serta waktu yang panjang.

Saudara-Saudariku yang Terkasih dalam Tuhan
Kita semua dipanggil untuk memiliki mata iman seperti Simeon. Ketika doa kita terasa belum terjawab, marilah kita tetap percaya bahwa Tuhan bekerja dengan cara-Nya yang penuh hikmat. Ketika kita menghadapi penderitaan, marilah kita melihatnya bukan sebagai hukuman, tetapi sebagai jalan menuju pengudusan. Ketika dunia terasa penuh kegelapan, marilah kita tetap percaya bahwa Kristus adalah terang sejati yang tidak akan pernah padam.
Simeon adalah saksi harapan. Ia mengajarkan kepada kita bahwa harapan bukanlah sekadar menunggu sesuatu terjadi, tetapi berjalan bersama Tuhan dalam ketidakpastian. Roh Kudus yang membimbing Simeon adalah Roh yang sama yang membimbing kita hari ini. Ia mengarahkan kita kepada Kristus, jika saja kita bersedia mendengar dan mengikuti-Nya.
Jangan gelisah untuk menunggu dan menanti. Sebab dalam menunggu dengan iman, kita tidak pernah sendirian. Kita menanti bersama Tuhan, yang selalu setia menyertai. Tetaplah menunggu dengan iman hingga kita boleh mengucapkan doa yang penuh sukacita: “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu”. ((Lukas 2:29-30). Amin.