SANPUKAT KEUSKUPAN MAUMERE
Menu
  • Beranda
  • Berita
  • Blog
    • Humaniora
    • Renungan
    • Storytelling
  • Mitra
    • Kindermissionwerk
  • Galery
  • Disclaimer
  • About
Menu

DI ANTARA KURSI BIRU DAN MEJA BERBENTUK U: HARI KEDUA SAFEGUARDING

Posted on 3 Juni 20253 Juni 2025 by Sanpukatadmin

Di sebuah ruang pelatihan sederhana dengan dinding-dinding krem pucat dan langit-langit yang beratap putih berlangsung sebuah lokakarya hari kedua pada 2 Juni 2025. Di ruangan inilah, para mitra Indonesia yang tergabung bersama Misereor dan Kindermissionswerk tidak hanya mendengar, tetapi menceritakan  kembali satu hal yang acap diabaikan orang yakni safeguarding.

Pertemuan hari kedua dimulai pukul 09.30 WITA dan dibuka dengan sapaan hangat dari Ibu Pupu. Consultant-Local Coordinator Indonesia  for MISEREOR and Kindermissionswerk/KMW Germany, Ibu Pupu Purwaningsih mengarahkan peserta untuk menghayati tentang pikiran dan hati terbuka, inklusif, ruang aman, saling menjaga dan menghargai. Kemudian, kata-kata itu dituliskan dalam kertas-kertas berwarna dan ditempelkannya pada tembok-tembok. Dari situ, Safeguarding officer Missereor, Lisa Wileke melanjutkan dengan mengajak peserta memperkenalkan nama, organisasi, dan perspektif tentang safeguarding. Pandangan tentang safeguarding pun mengalir dari bibir ke bibir peserta yang memperlihatkan bahwa praktik ini bukan sekadar dokumen protokol, melainkan ruang tafsir yang kontekstual.

Bahkan Lisa pun memiliki perspektif tentang safeguarding. Baginya, safeguarding bertujuan untuk menciptakan ruang belajar, tempat tinggal dan kerja yang aman, menciptakan perlindungan bagi martabat dan integritas, menciptakan standar yang jelas, memastikan transparansi, memperkuat dan mengembangkan mindfulness, serta menangani kedekatan dan jarak profesional.

Tapi di luar kerangka penjelasan Lisa, istilah-istilah seperti standar, transparansi, dan mindfulness kadang terasa seperti bayang-bayang yang menari di dinding gua Plato. Dalam praktik, prinsip-prinsip ini bisa kehilangan daya ketika masuk ke dalam sistem yang terlalu akrab dengan hierarki, terlalu cepat memberi pengampunan kepada pelaku, dan terlalu lambat mendengar bisikan korban. Di sana, kata-kata luhur bisa menyusut menjadi dekorasi kebijakan. Hadir di atas kertas, tapi absen dalam keputusan.

Tak heran, di hadapan Lisa Wileke, safeguarding berubah menjadi pertanyaan eksistensial: bagaimana privasi saya aman, dan privasi dia aman?. Ia pun menyodorkan studi kasus, meminta peserta untuk menilai dengan kartu berwarna. Merah untuk “tidak boleh”, kuning untuk “hati-hati”, dan hijau untuk “aman”. Dan seperti dalam hidup, satu situasi bisa ditanggapi dengan tiga warna berbeda oleh para peserta. Di sini Perspektif bersifar plural.

Namun, Lisa tidak berhenti di situ. Safeguarding ditolaknya ke tempat yang lebih dalam dengan memperkenalkan grooming. Lisa Wileke lalu menjelaskan empat situasi grooming yakni: mendekati/menjalin kontak demi mendapat akses emosional, desentisasi hak istimewa, mengaburkan persepsi korban, dan intimidasi/ancaman untuk menutupi tindakan tersebut. Grooming adalah manipulasi pelaku terhadap korban  yang tidak datang dengan ancaman, melainkan dengan perhatian, dengan hadiah-hadiah kecil, dengan kalimat-kalimat yang membuat korban merasa istimewa, dan  dengan empati yang menjelma menjadi perangkap. Dalam grooming, dunia dibalikkan. Yang memberi perhatian adalah predator. Yang menerima kasih adalah mangsa. Dan di tengah hubungan itu, kekerasan berubah menjadi sesuatu yang tak mudah diberi nama.

Maka safeguarding pun bukan hal mudah. Ia bukan hanya soal prosedur, bukan hanya kode etik yang ditandatangani atau saluran pengaduan yang tersedia. Ia adalah kesanggupan untuk melihat apa yang belum tampak. Untuk percaya pada yang tak terucapkan tanpa harus menunggu dilaporkan sampai tujuh kali. Dan untuk tidak membantah rasa tidak nyaman hanya karena tidak ada bukti.

Kesadaran inilah yang perlahan tumbuh menjelang sore sekitar pukul 14.30, saat ruang pelatihan berubah menjadi laboratorium etik dimana analisis risiko dan perlindungan mencuatkan pertanyaan penting: apa kondisi yang memungkinkan kekerasan terjadi dalam institusi? dan apa yang sudah kita punya untuk mencegahnya?. Dua pertanyaan yang terdengar teknis, tapi sejatinya mengguncang akar dari banyak kenyamanan yang tak kita pertanyakan. Karena yang dipertanyakan bukan hanya sistem, tapi diri kita sendiri. Bukan hanya prosedur, melainkan keberanian untuk tidak menutup mata.

Peserta pun diundang mengerjakan template analisis risiko dan perlindungan di organisasinya secara individu. Sebuah undangan sunyi untuk melihat ke dalam struktur, ke dalam budaya organisasi, dan kalau cukup jujur, ke dalam hati sendiri. Di sana kadang kita temukan bahwa kekerasan bukan sekadar akibat dari kejahatan, melainkan dari pembiaran yang berulang-ulang. Dari kebiasaan untuk tidak ingin ribut. Dari kepatuhan yang kita kira sebagai kebajikan, padahal justru membuat kezaliman tumbuh dengan tenang.

Namun, Kesadaran ini tak berhenti di ruang refleksi. Ia menjelma menjadi diskusi kelompok saat sore tiba kira-kira pukul 15. 45 WITA.  Diskusi kelompok mengalir lebih bebas, meski tetap sarat makna. Di tengah hembusan angin dan langkah yang lebih santai, peserta menyampaikan gagasan implementasi safeguarding di organisasinya masing-masing. Kemudian semua kelompok kembali berkumpul di ruang pertemuan dan hasil dari diskusi kelompok dipresentasikan kepada semua peserta kegiatan.

Taman kecil dengan sistem tanam vertikal dari pipa paralon menjadi saksi presentasi kelompok. Dan Di tengah udara yang lebih segar, perwakilan kelompok menyampaikan gagasan implementasi safeguarding terkait apa yang sudah dibuat untuk menciptakan safeguarding dan apa yang masih menjadi hambatannya.  Presentasi ini membuat safeguarding  yang terdengar seperti jargon donor, kini terasa dekat, dan manusiawi. Dan di sinilah harapan muncul bahwa lokakarya seperti ini bukan hanya sesi sekali jalan, tetapi sebuah tanda bahwa kita mulai belajar untuk tidak nyaman dengan kenyamanan yang menindas. Sebab tidak semua kekerasan datang dari kebencian, tetap ada banyak yang justru lahir dari kelengahan.

Akhirya, sesi hari ini pun ditutup ibu Pupu dengan nada yang ringan namun dalam. Safeguarding, katanya, adalah tentang menjaga emosi. Tentang mengendalikan kuasa. Tentang membangun sistem yang tidak hanya responsif, tetapi preventif. Ia mengingatkan safeguarding tidak cukup dilakukan oleh segelintir orang baik di dalam sistem yang buruk.  Safeguarding juga membutuhkan sistem yang baik.

Namun sebelum beranjak dari ruang pertemuan, Lisa mengakhir kegiatan hari kedua itu dengan mengucapkan terima kasih. Ia menyebut peserta termasuk para suster sebagai kelompok yang welcome dan humoris sehingga membuatnya merasa nyaman. Lisa memang mengkritik kekerasan seksual dalam Gereja yang dilakukan oleh pemimpin agama. Tapi kritikan  tidak datang sebagai tudingan, tapi sebagai kesaksian. Dan dalam suaranya, kita mendengar gema dari sesuatu yang lebih tua yakni tanggung jawab.

Gema kesaksian Lisa dalam ruangan pelatihan itu seolah memantulkan ingatan  pada sebuah cerita lama tentang filsuf abad 20 Emmanuel Levinas. Sebuah kisah yang pernah hidup di ruang akademik Universitas Leuven, Belgia. Kala itu, Levinas tengah berbicara tentang agama, dengan cara yang tak biasa, kritis, bahkan tajam. Ia menggugat bentuk-bentuk keagamaan yang kehilangan wajah manusia, menggugat ritus yang tak lagi menyentuh penderitaan konkret.

Sampai seorang mahasiswa, mungkin bingung atau terusik, bertanya langsung kepadanya: “Lalu, apa agamamu sendiri,  Levinas?”

Levinas tak menjawab dengan argumen panjang. Ia hanya mengangkat kitab sucinya. Tapi bukan untuk berkhotbah, bukan untuk menegaskan doktrin. Ia membukanya perlahan kata-kata Yesus dalam Matius 25:35-36, lalu membacakan : “Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.”

Levinas mengatakan itu, lalu menutup kitabnya dengan tenang. Ia memandang hadirin yang diam, lalu berkata pelan, hampir seperti gumaman.

“Itulah agamaku.” (Christian Romario)

Category: Kindermissionwerk

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • 2025
  • 2024
  • 2023
  • 2022

BERAGAM INFORMASI SANPUKAT

SANPUKAT–Kindermissionswerk Serahkan Hadiah Lomba Perlindungan Anak di SDK Habi
Kindermissionwerk

MEAL OFFICER SANPUKAT-KINDERMISSIONWERK SERAHKAN HADIAH LOMBA PERLINDUNGAN ANAK SDK HABI

Maumere, Berita SANPUKAT – Monitoring, Evaluation, Analysis, and Learning (MEAL) Officer SANPUKAT & Kindermissionswerk–Jerman, Christian Romario menyerahkan hadiah lomba The ...
Baca Selanjutnya
9 Agustus 2025 / Sanpukatadmin
Berita

KETUA SANPUKAT LAKUKAN KUNJUNGAN PERDANA KE SMP DAN SMAS SEMINARI MARIA BUNDA SEGALA BANGSA

Maumere, Berita SANPUKAT – Ketua SANPUKAT yang baru dilantik, RD. Yulius Helibertus, melakukan kunjungan perdananya ...
Baca Selanjutnya
30 Juli 2025 / Sanpukatadmin
Berita

MARGARETA YULIANTI RESMI DITETAPKAN SEBAGAI KEPALA SDK NANGALIMANG OLEH KETUA SANPUKAT

Maumere, Berita SANPUKAT – Penjabat (Plt) Kepala SDK Nangalimang, Margareta Yulianti, S.Pd , resmi ditetapkan ...
Baca Selanjutnya
30 Juli 2025 / Sanpukatadmin

IKUTI PERLINDUNGAN ANAK KINDERMISSIONWERK

SANPUKAT–Kindermissionswerk Serahkan Hadiah Lomba Perlindungan Anak di SDK Habi
Kindermissionwerk

MEAL OFFICER SANPUKAT-KINDERMISSIONWERK SERAHKAN HADIAH LOMBA PERLINDUNGAN ANAK SDK HABI

Maumere, Berita SANPUKAT – Monitoring, Evaluation, Analysis, and Learning (MEAL) Officer SANPUKAT & Kindermissionswerk–Jerman, Christian Romario menyerahkan hadiah lomba The ...
Baca Selanjutnya
9 Agustus 2025 / Sanpukatadmin
Kindermissionwerk

MENJADI MICROSOFT INNOVATIVE EDUCATOR EXPERT DARI WEBINAR BERSAMA KOMDIGI, MICROSOFT, BERSAMA FOCUS AND TARGET

Pada Selasa, 8 Juli 2025, seorang staff SANPUKAT Christian Romario mengikuti sebuah webinar nasional bertajuk ...
Baca Selanjutnya
10 Juli 2025 / Sanpukatadmin

RASA NYAMAN BERSAMA RENUNGAN SANPUKAT

MENUMBUHKAN AKAR MASA DEPAN: CERITA DARI ANAK-ANAK SDK MAUMERE 2
Renungan

MENUMBUHKAN AKAR MASA DEPAN: CERITA DARI ANAK-ANAK SDK MAUMERE 2

Di sebuah sudut damai di Pulau Flores, tepatnya di Keuskupan Maumere, anak-anak berkumpul bukan hanya untuk belajar menghitung atau mengeja ...
Baca Selanjutnya
Renungan

KERJA TANPA HENTI SEPERTI SYSYPHUS

Renungan Sabtu, 8 Februari 2024 BACAAN PERTAMA: Bacaan dari Surat kepada Orang Ibrani 13:15-17.20-21, MAZMUR TANGGAPAN: Mazmur 23:1.3a.4b.5.6, BACAAN INJIL: ...
Baca Selanjutnya
Renungan

ANDALKAN ALLAH, BUKAN ANDALKAN HARTA BENDA

Renungan harian Kamis, 6 Februari 2024 Bacaan I – Ibr.12:18-19,21-24, Mzm. 48: 2-3a,3b-4,9,10,11 Bacaan Injil – Mrk. 6:7-13 “jangan membawa ...
Baca Selanjutnya

IKUTI GALERY SANPUKAT

TERIMA KASIH YANG TULUS KEPADA BPK. ANDREAS HUGO PARERA
Galery

TERIMA KASIH YANG TULUS KEPADA BPK. ANDREAS HUGO PARERA

Perjalanan panjang Yayasan Persekolahan Umat Katolik (SANPUKAT) dalam melanjutkan warisan misi pendidikan Katolik lewat sekolah-sekolah di bawah naungannya tidak hanya ...
Baca Selanjutnya
pelatihanhari ke V sanpukat dan smipa disada
Galery

GALERY PELATIHAN HARI KE V SANPUKAT BERSAMA DENGAN SMIPA DISADA

Pelatihan hari ke V Smipa Disada bersama guru dan tutor SANPUKAT berfokus pada presentasi modul literasi, Sabtu (16/12/2023) ...
Baca Selanjutnya
pelatihan hari keempat guru dan tutor SANPUKAT bersama SMIPA DISADA
Galery

GALERY PELATIHAN HARI KEEMPAT GURU DAN TUTOR SANPUKAT BERSAMA SMIPA DISADA

Guru dan tutor SANPUKAT mengikuti pelatihan hari keempat yang dibawakan oleh SMIPA DISADA (jumad, 15/12/2023) ...
Baca Selanjutnya
© 2025 sanpukatmaumere | Powered by Minimalist Blog WordPress Theme