Pada 16 Februari 2024, salah seorang staff SANPUKAT mengikuti Free-range learner bertajuk Storytelling Pejuang Iklim yang dipandu oleh Direktur Tempo Institute Quaris Tajudin. Kelas ini bertujuan untuk mengatasi perubahan iklim lewat Storytelling. Storytelling bukan dengan tuturan, melainkan dengan tulisan.
Dalam sesi pengenalan storytelling, Quaris Tajudin menjelaskan konsep dan teknik storytelling dalam menyampaikan informasi. Dengan penuh ketenangan, beliau menjelaskan bahwa yang terpenting dalam storytelling bukan data, tetapi cerita. Hal ini sangat menarik perhatian dan memotivasi pembelajar untuk menyelesaikan sesi ini.
Pembelajaran semakin menantang tatkala free-range learner diberikan tugas praktis untuk menulis storytelling seperti membuat ide dan angle yang tajam. Gampang-gampang susahnya karena kita mesti melewati proses dari menentukan topik dan mencari informasi awalnya. Selanjutnya, informasi tersebut diturunkan menjadi ide dan angle. Ini seperti lagi lomba angkat barbel, susahnya minta ampun. Tapi perjuangan tidak berhenti di situ, free-range learner masih harus menghadapi latihan praktis yakni membuat riset, reportase, dan wawancara yang selanjutnya diolah menjadi kerangka tulisan. QuarisTajudin menyebut riset, reportase, dan wawancara sebagai tiga alat mengumpulkan bahan.
Puncak latihan yakni menulis cerita pejuang iklim dengan menggunakan teknik storytelling yang meliputi paragraf ringkas, paragraf bercerita, paragraf deskriptif, paragraf kutipan, paragraf epigram, dan paragraf sensasi. Setiap orang yang melewati tahap ini didorong untuk berpikir kreatif dan memahami emosi pembaca supaya tulisannya dapat bercerita kepada orang lain.
Direktur Tempo Institute telah memberikan pengalaman yang berharga tentang bagaimana menulis storytelling yang dapat memikat pembaca. Tidak hanya wawasan yang baru dan latihan praktis, tetapi juga perhatian terhadap para pejuang iklim. Kini saatnya bercerita lewat tulisan. (Cr)