TOPENG
(Oleh : Fr. Yoseph Dampuk)
N: Hitam putih, suka duka, sukses dan kegagalan selalu menghiasi dan mewarnai kehidupan manusia. Dari hitam yang dicap membawa kematian dan putih melambangkan kesucian. Hitam kadang pula dipandang negatif, bau, dan mengerikan sedangkan putih diagungkan, murni dan layak dipakai. Hitam ada karena ada putih. Antara keduanya ada topeng yang membedakam. Topeng, menghancurkan yang putih kala hitam ingin dimiliki manusia. Manusia selalu memakai topeng, untuk menutup dirinya yang buta, tuli dan angkuh pada sesamanya. Topeng dipakai saat hati sudah tak lagi bersuara, saat otak berpikiran kotor, kala sifat dirongrong oleh nafsu. Hitam bergandengan dengan topeng, putih disingkirkan, dibungkus dan dibuang! Sama seperti orang Farisi! Topeng.. buka dulu topengmu! (Latar: sebuah panggung, ditengahnya ada sebuah meja yang diatasnya terletak topeng-topeng. Sebuah lilin menerangi topeng tersebut).
N: Seberkas cahaya yang mewakili cahaya-cahaya lain dengan setia menerangi topeng-topeng. ‘Kegelapan’ akan terlihat saat ada mata terbantu cahaya. Seseorang berteriak dari luar panggung: Lihat…. Itu topeng! Sendiri dan menunggu teman. Mari kita memakainya maka kita akan terlihat perkasa. (Beberapa orang berjalan tertatih-tatih menuju panggung. Mereka mengambil dan memakai topeng. Setelah memakai topeng, mereka bersemangat kembali).
P1: Kursiku adalah kebebasanku. Aku butuh topeng agar tak uang tak berumur panjang karena kumakan habis (tertawa)
P2: Kita memakai topeng buka karena menutup wajah-wajah kita yang hancur tapi untuk sebuah kebahagiaan. Ia yang membutakan mata mereka yang tak tahu betapa mahalnya sebuah pengabdian dan pahitnya kerja keras. Kita terlahir untuk dosa dan salah.
P3: Topeng, lahir dari kepalsuan untuk harapan mati meski kita memakai jalan yang salah untuk melawan mereka yang berperilaku sombong.
N: Topeng.. pengkhianatan pada diri dan citra baik. Saat naluri setan mulai menghantui, menyebarkan bibit-bibit egoisme, bertunas dan tak kuasa mengubah penampilan. Yang kaya tetap kaya, kadang tak tahu malau bersikap angkuh dan tak sadarkan diri!
P1: Dunia tak tahu dalamnya otak, tangan, dan kakiku. Tersembunyi dan akan memangsa mereka yang mau membinasakan aku. (keluar panggung)
P2: Sifat burukku tak dikenal dan diketahui mereka yang selalu berkata benar dan selalu berlagak menasehati. Padahal mereka juga memakai topeng ini! (keluar panggung)
P3: Mulutku adalah kehendakku. Aku ingin mengatakan apa yang seharusnya dikatakan!
N: Lagi dan lagi dalam pikiran dan perilaku dihempas oleh kekuasaan saat jiwa dan raga tak lagi bersua hati. Ledakan suara bising memekikkan teling yang mendengar, membutakan mata yang enggan melihat, membengkokkan tangan yang lurus. Dimanakah letak kebenaran yang diimpikan, dimanakah letak kebersamaan itu? Sudah lenyapkah atau tak bertuan lagi?!! Topeng, menutup yang asli yang sudah tak bernyawa lagi dan harga diri dimakan rayap. Pelan tapi pasti semuanya akan mati!
(Latar: ruangan berisi kursi 4 buah)
N: Ketika keadilan datang membebaskan dan mengembalikan yang hilang, dan merampas kembali yang telah diambil, dan yang tersembunyi mesti tersingkap…. (beberapa orang masuk, memakai baju lusuh, ada yang badannya terluka. Mereka duduk di kursi di panggung)
O1: Kami dipenjara dan dibungkam mereka yang lupa diri. Sedih menjadi milik kami
O2: Kami terluka karena pembalasan dendam dan iri hati seolah-olah kami tak sanggup berdiri!
O3: Jalan-jalan yang kita lalui telah busuk karena kaki-kaki yang menginjak tak tahu malu
O2: Itu semua karena topeng!!
O3: Topeng??
O2: Mereka memakai topeng untuk menutup diri mereka yang kotor berdebu, menutup mulut yang berbisa, membungkus tangan yang kasar.
O1: Karena topeng, mereka memakan apa yang seharusnya kita makan, mereka mengambil apa yang kita terima, mereka hanya rajin menerima tanpa enggan memberi!
O1: Ahh.. keterlaluan!! Hentikan mereka dan jangan terlambat!!
O3: Menghentikan mereka sama artinya menghidupkan mereka!
O2: Kita hancurkan topeng itu berkeping-keping agar mereka bisa sadar.
O1: Hancurkan ia dengan hati kita membakar hati mereka yang mudah rapuh. Kalahkan dengan hati ia mudah dikalahkan, masuk pada inti diri!
(Dentuman keras terdengar. Hentakan kaki dari 3 orang pemakai topeng dan masuk panggung utama. O1, O2, O3 was-was. P1, P2, P3 masuk panggung)
P1: Salahkah bila aku memakai topeng untuk kebenaran yang tak diganggu gugat!? Dimanakah aturan yang kalian cari?
P2: Tanyakan pada mereka yang belajar munafik bukan hanya kami yang memakai topeng ini!
P3: Lihat ini (menunjuk topengnya). Dia yang membuat kami lapar akan gelar-gelar
O2: Tapi dialah yang membuat kami lapar akan keadilan!
O3: Kami punya mulut dan ingin bersuara. Mulutmu telah dibisukan topeng itu!!
P3: Suaramu memekikkan telingaku!
O1: Karena kalian bukan tokoh penting…
(Seseorang masuk panggung utama. Ia memegang sisa topeng yang terbakar sambil berteriak: Topeng… musuh kami!)
O4: Ini topeng yang kau sembah dan kau puja! Aku telah membakarnya hidup-hidup dan bau dekilnya terkuras habis!
P2: Apa urusanmu!! (bernada tinggi)
O4: Kalian bermuka dua! Lihatlah mereka yang ketakutan ini (menunjuk O1, O2, dan O3 yang sedang duduk). Mereka haus akan kebenaran hidup. Mereka butuh kesegaran dari kehausan. Tapi kalian memberinya setetes keringat, hasil kerja keras yang salah!
O3: (bangun berdiri) Topeng… dia yang mengubah wajah asli manusia. Dari yang baik menuju yang jahat. Dia menutupi apa yang harus terbuka, dan ia membuka apa yang seharusnya tak dihendaki! Kalian mengkhianati diri kalian sendiri karena berhasil menipu ribuan nyawa yang membutuhkan jasa kalian. Korban kehancuran berjatuhan yang tak pernah kalian gubris. Jati diri asli hilang dihanguskan kepalsuan diri yang selalu meniduri kalian di bantal kesombongan. Sadarlah betapa sakitnya tubuh dan jiwa bila topeng selalu memenjarakanmu!
(Tiba-tiba P1, P2, P3 merasa kesakitan di wajah mereka. Mereka memegang topeng dan berusaha melepaskannya. O1, O2, O3 membantu mereka. Topeng-topeng bisa dikeluarkan dan mereka membuangnya di lantai. O1, O2, O3 menuntun P1, P2, P3 keluar panggung utama)
O4: Hidup adalah kemenangan untuk tidak menutup diri. Ia terbuka pada kesaksian hidup yang keluar dari hati. Ia tak boleh ditutupi karena ia bukan boneka. Ia adalah anugerah terindah. Buanglah topeng dan jangan biarkan ia kembali! (keluar panggung).
N: Hitam berhasil diredam oleh kekuasaan hati. Tak usah engkau tanyakan betapa berharganya topeng tapi lepaskan ia bila ia terus menderamu…!!
*************************************************
Pelakon: P: Pemakai Topeng
O: Orang ‘baik’
N: Narator
Akhir November 2013, Bilik 53 TB
ditemani musik reggae dan kawanan rintik hujan…