Vivere tota vita disecendum est; Dalam hidup perlu belajar seumur hidup. Barangkali itulah yang terjadi pagi ini, Kamis, 25 April 2024 tatkala SANPUKAT bersama dengan sejumlah mitra lainnya kembali berkumpul dalam ruang pertemuan di Aula Famous Hotel-Kute Bali. Semuanya berkumpul demi belajar local fundraising yang difasilitasi SATUNAMA training Center yang telah memasuki hari ke empat.
Dalam kesempatan ini, fasilitator SATUNAMA Agustine Dwi Kumiawati memandu SANPUKAT dan para peserta untuk menjelajahi modul rencana penggalangan dana lokal. Katanya, “rencana penggalangan dana merupakan merupakan proses yang panjang sehingga akan ada banyak latihan yang dibuat”. Lantas, sebuah video pun dipertontonkan dari bilik layar proyektor. Dan Semua mata memandangnya penuh keingintahuan.
Video tersebut bercerita tentang gambaran umum penggalangan dana lokal. Memang tak banyak yang SANPUKAT tangkap dari situ, tetapi beruntung Agustine Dwi Kumiawati mempertegas kembali muatan dari video tersebut. Dwi menjelaskan pentingnya pertimbangan dalam local fundrasing. “ kita bisa mempertimbangkan apa dan siapa yang yang kita tujukan, proposal jenis apa, serta berapa banyak sumber daya kita. Entah keuangan atau manusia. Selain itu, kita memperkirakan dukungan apa yang akan kita dapat dari calon donor atau mitra kita”, tutur Agustine Dwi Kumiawati yang juga merupakan personil Departemen Politik dan Demokrasi SATUNAMA.
Tak berhenti di situ saja, Agustine Dwi Kumiawati kembali menjelaskan tentang proyek penggalangan dana mesti realistis. Tanpa mempedulikan dinginnya ruangan, ia berujar “ pilih proyek yang sangat spesifik dan realistis. Jadi asesmen dulu, lihat sekelilingnya mana yang cocok individu atau company, profil perusahaan cocok atau tidak, dan komunikasi apa yang cocok dengan mereka. Inilah kekuatan bagi teman-teman untuk local fundraising”. Agustine Dwi Kumiawati pun menerangkan langkah-langkah dalam membuat rencana local fundraising seperti memilih proyek, identifikasi objek, identifikasi opsi, identifikasi donor,pilih teknik fundraising, buat rencana , dan analisis.
Namun, di pertengahan kegiatan, SANPUKAT dan mitra dikejutkan dengan pemberitahuan bahwa resource mobilization cordinator (Asia) untuk MISSEREOR Benazir Lobo Bader hendak kembali ke India dan tak dapat mengikuti kegiatan hingga selesai. Sepatah dua kata pun diberikan kepadanya. “selamat pagi untuk semua, saya berencana untuk ikut sampai selesai, tapi karena ada kabar ibu saya sakit, jadi saya harus kembali ke India. Tapi begitulah hidup. Walaupun begitu saya akan kembali lagi. Saya mengucapkan terima kasih sejak pertemuan kita hari pertama, meskipun ada kendala bahasa tapi sudah diusahakan agar lebih baik lagi. Buat saya, pengalaman ini sangat memperkaya. Saya ingin menyampaikan bahwa dalam local fundraising uang memang penting tapi bukan segalanya. Yang terpenting adalah kita menjadi diri yang otentik. Saya sudah menghadiri local fundraising di beberapa negara. Tapi di Indonesia, ini adalah yang terbaik yang pernah saya ikuti”, tuturnya dengan penuh kesederhanaan. Inilah momen di luar sesi kegiatan yang berkaca-kaca. Sedikit tetesan air mata di wajah Agustine Dwi Kumiawati dan Benazir Lobo Bader sudah cukup untuk menjelaskannya.
Sebelum meninggalkan ruangan, Benazir Lobo Bader ingin agar ada ice breaking bersama. Alhasil, Agustine Dwi Kumiawati pun memfasilitasi peserta pertemuan dalam permainan up, down, boom. Ice breaking yang seru itu tak lama dilakukan. Dan Benazir Lobo Bader pun pamit meningglkan ruangan. Setelahnya, Ariwan Perdana mengambil alih mic dan memfasilitasi peserta dalam topik tentang tim penggalangan dana. Sebagai ilustrasi, peserta didik diarahkan ke belakang ruangan dan berdiri di belakang kertas -kertas yang dianggap mewakili karakter peserta. Pada tiap-tiap kertas tertulis masing-masing karakter seperti pragmatis, analisis, penolong, organizer, dan inovatif. .Ariwan Perdana menutup sesi itu dengan menekankan peran pemimpin untuk merangkul semua karakter-karakter tersebut. “seorang pemimpin juga bisa memiliki karakter-karakter itu, tetapi ia tak boleh menunjukkan kecenderungannya karena tugasnya adalah merangkul semua orang di organisasi yang memiliki karakter-karakter tersebut”, ucap Ariwan perdana yang juga merupakan peneliti di unit riset pengembangan dan pengetahuan dan media SATUNAMA. Ia juga memberikan pesan untuk membangun kinerja tim. “mulailah dari keep, star, stop. Jaga apa yang sudah baik, jaga hal-hal yang bisa dilakukan dan beri kontrbusi positif bagi tim, hentikan hal-hal yang menghambat kegiatan”, tuturnya.
Usai penjelasannya, mic kembali ke tangan Agustine Dwi Kumiawati yang sudah siap dengan penjelasan tentang presentasi yang baik. Hal ini seperti mengekalkan kembali adagium Heraklitos yakni “pantha Rei kai udan manei, segala sesuatu mengalir, tidak ada yang tinggal tetap”. Agustine Dwi Kumiawati menjelaskan bahwa “gaya bicara yang baik akan melibatkan pihak lain dalam presentasi kita”. Lalu, ia memfasilitasi peserta kegaitan untuk membuat rencana penggalangan dana dalam sebuah proyek. Walaupun tidak sesulit memahami Zarathustra Nietzsche ataupun sein und zeit filsuf eksistensialis Martin Heiddeger, proses perancangan untuk menggalang dana sedikit banyak membuat otak bekerja keras.
Proses merancang dana untuk proyek terkadang membuat orang berpikir apakah local fundraising akan memperoleh dukungan dari donor ataukah tidak. Namun, ada secercah harapan yang menguatkan ketika Benazir Lobo Bader dengan indah mengutip Matius 7:7-8 “Mintalah maka akan diberikan kepadamu, carilah maka kamu akan mendapat, ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu”.
tim Local Fundraising Sanpukat … horooo
horoo, Tuhan memberkati