Sinar matahari sore menyelinap lewat celah jendela ruang kelas SDK Nita II, ketika sekelompok anak-anak duduk di kelas denga wajah mereka penuh antusias. Di bawah program bertajuk Child Protection for Children at Elementary School in Maumere/ Flores yang diselenggarakan SANPUKAT dan KINDERMISSIONWERK-Jerman, anak-anak diajak mengenal peran-peran dalam keluarga melalui kegiatan literasi dan diskusi interpersonal.
Kamis, 8 Mei 2025 — Mengenal Peran dalam Keluarga
Kegiatan itu dimulai pada 8 Mei 2025, ketika Tutor Maria Elfifani Dua Klara, membuka sesi dengan doa sederhana, kemudian melanjutkan dengan ice breaking hangat dan pembacaan ceritaa tentang peran dalam keluarga yang membuat ruangan kecil itu terasa akrab. Tak lupa Maria menyelipkan contoh nyata dari kehidupan masyarakat sekitar.
Di tengah kegiatan, Pato, salah satu peserta, berseru dengan mata berbinar, “Saya sangat senang dengan kegiatan ini, karena saya bisa lebih paham tentang peran dari masing-masing anggota keluarga.” Sedangkan Tio menambahkan dengan suara lirih tapi pasti, “Saya merasa gembira, karena saya bisa mengetahui arti dari sebuah keluarga.” Di sini anak-anak bukan hanya memahami, melainkan anak-anak mulai merasakan bahwa di balik struktur sederhana keluarga, tersimpan nilai perlindungan dan pengakuan akan hak-hak mereka sebagai anak.
Sabtu, 10 Mei 2025 — Memilah Hak dan Kewajiban
Dua hari setelahnya, ruang kelas yang sama menjadi saksi percakapan yang jauh lebih filosofis tentang hak dan kewajiban. Dengan benda-benda sederhana, anak-anak ditantang untuk mengenali mana yang menjadi hak dan mana yang menjadi tanggung jawab mereka di rumah.
Maria menggunakan metode yang tak biasa: alih-alih ceramah, ia menantang logika dan naluri anak-anak melalui diskusi kelompok. Dengan rambu pilihan, mereka memilih, secara literal dan simbolik, warna-warna yang mewakili nilai-nilai dalam kehidupan keluarga.
Salah satu anak, Jelo, berkata sambil menggenggam erat benda putih pilihannya, “Saya merasa bangga karena dengan kegiatan ini saya semakin yakin bahwa keluarga menjadi lingkungan terdekat dan tempat ternyaman untuk kita bercerita dan berlindung.” Sedangkan Kia, dengan senyum lebar, menyimpulkan, “Saya merasa bahagia karena saya semakin tahu kalau keluarga merupakan harta yang paling berharga.”
Dari aktivitas ini, anak-anak bukan hanya memahami hak dan kewajiban secara konsep, tapi mereka mulai menyadari bahwa keduanya adalah dua sisi dari koin yang sama sebagai pilar utama dari penghargaan dan perlindungan diri.

Senin, 12 Mei 2025 — Menemukan Karakter dalam Kebersamaan
Pada hari lainnya, suasana kelas berubah menjadi panggung pengenalan diri dan empati. Kali ini, tema yang diangkat adalah mengenali karakter teman. Setelah menyanyikan lagu daerah bersama, Maria memandu anak-anak saling bertukar fakta tentang diri mereka. Apa hobi mereka? Makanan favorit? Bagaimana mereka menjaga lingkungan?
Yang menarik, setiap anak tak mengenalkan dirinya sendiri, melainkan memperkenalkan temannya. Sebuah latihan sederhana yang menyiratkan pesan besar bahwa untuk mengenal dunia, kita harus belajar melihat dari perspektif orang lain.
Liani, seorang anak perempuan dengan suara lembut, mengatakan, “Saya bangga karena dengan kegiatan mengetahui karakter teman, saya dapat bertukar pikiran dengan teman-teman lain.” Sementara Denis menimpali, “Saya merasa senang karena dapat menambah wawasan baru tentang mengenal karakter diri sendiri dan teman.” Rupanya mulai tumbuh rasa saling percaya dan kepekaan di antara mereka sebagai fondasi awal dari perlindungan yang lahir bukan dari kuasa, tapi dari kedekatan emosional.
Selasa, 13 Mei 2025 — Petualang Karakter
Dalam kegiatan berikutnya, anak-anak menjelma menjadi “petualang karakter”. Mereka dibagi menjadi kelompok kecil dan diberi tantangan di luar kelas. Tidak ada peta, tapi ada misi yakni mengenali kebiasaan baik dan buruk, lalu memerankannya dalam simulasi kelompok.
Sania dengan mata yang berbinar menyampaikan, “Saya merasa senang dengan mengikuti kegiatan kindermission ini karena dapat menambah pengetahuan baru tentang kebiasaan yang baik dan yang buruk.”
Simulasi itu bukan hanya permainan. Ia adalah refleksi mini tentang bagaimana karakter terbentuk melalui pengalaman, interaksi, dan pilihan. Di sinilah anak-anak mulai belajar bahwa perlindungan tidak hanya datang dari orang dewasa, tapi juga bisa lahir dari keputusan baik yang mereka ambil sendiri.
Selasa, 20 Mei 2025 — Mengenali Lingkungan
Pada hari yang berbeda, anak-anak dibawa ke topik yang lebih konkrit terkait lingkungan tempat mereka tinggal. Dalam kelompok, mereka diminta membandingkan antara lingkungan yang aman dan yang berbahaya. Diskusi pun bergulir, tidak hanya tentang kebersihan fisik, tapi juga tentang rasa aman secara emosional.
Brian, sambil berdiri di depan kelas, mengaku, “Saya merasa senang dengan mengikuti kegiatan ini, karena saya bisa mengenal ciri-ciri lingkungan yang bersih untuk dapat diterapkan di rumah.” Sedangkan Melin menambahkan, “Saya senang karena bisa memberikan pendapat saat diskusi tentang lingkungan.”
Kegiatan ini menjadi cermin bahwa keamanan bukan sekadar soal pagar dan tembok, tetapi tentang hubungan sosial, rasa nyaman, dan ruang untuk tumbuh.

Kamis, 23 Mei 2025 — Mencuci Tangan, Menyentuh Masa Depan
Sebagai penutup rangkaian kegiatan, anak-anak diajak mempraktikkan cara mencuci tangan dengan benar. Sekilas tampak sederhana, namun kegiatan ini menjadi simbol akan pentingnya kebersihan, disiplin, dan tanggung jawab pribadi.
Dilva dengan penuh percaya diri berkata, “Saya merasa senang mengikuti kegiatan ini karena dapat membantu saya untuk lebih percaya diri dalam berpendapat.” Sedangkan Melin, dengan wajah berseri, berkata, “Saya memperoleh ilmu baru, sehingga dapat diterapkan di keluarga masing-masing.”
Bagi Maria, tutor yang mendampingi semua proses ini, kegiatan mencuci tangan bukan hanya tentang higienitas. “Ini tentang bagaimana anak-anak belajar disiplin, membentuk kebiasaan baik, dan memiliki kepercayaan diri menghadapi dunia,” ujarnya.
Anak sebagai Subjek, Bukan Objek
Jika manusia dilahirkan sebagai manusia dan terus berproses menjadi manusia, maka perjalanan anak-anak SDK Nita II selama bulan Mei ini adalah bagian dari proses menjadi itu yakni menjadi individu yang sadar akan dirinya, orang lain, dan lingkungan.
Melalui literasi dan permainan, mereka diajak merasakan, bukan hanya mengetahui. Melalui diskusi dan refleksi, mereka diajak untuk menjadi subjek atas pengalaman mereka sendiri. Karena itu, perlindungan anak bukanlah tentang menciptakan pagar tinggi, tapi tentang membuka jalan bagi anak-anak agar mereka mampu melindungi dirinya sendiri dengan pengetahuan, empati, dan keberanian.
Dan dari ruang kelas kecil di Nita II, Maumere, kita bisa menyaksikan bahwa masa depan itu sedang disiapkan. Bukan dengan indoktrinasi, tapi dengan dialog. Bukan dengan ketakutan, tapi dengan pengertian. Dan seperti tangan kecil yang mengusap sabun di bawah air mengalir, perubahan besar dimulai dari hal-hal yang tampak sederhana dan dilakukan bersama.(Feature: Christian Romario, Foto dan Report: Maria Elfifani Dua Klara)