Pada tahun 1905, fisikawan jenius Albert Einstein memperkenalkan rumus E= M C2. Itulah formula yang terkenal dengan nama rumus kesetaraan massa dan energi. Dari persamaan tersebut, Einstein menjelaskan bahwa energi (E) dan Massa (M) merupakan entitas yang sama yang disetarakan melalui konstanta kuadrat laju cahaya dalam ruang hampa (C). Dari persamaan tersebut, Einstein lalu dikenal sebagai fisikawan hebat di dunia. Namun, kisah Einstein tidak berhenti di situ. Pasalnya Einstein tidak hanya pandai dalam menghitung rumus, tetapi juga pandai dalam menimbang kehidupan. Kata-kata bijak Einstein yang terkenal adalah “ Jika kamu ingin bahagia, ikatlah pada tujuan, bukan pada orang atau benda”. Kata-kata tersebut ibarat formula kehidupan yang mengajarkan bahwa benda atau perbuatan dan kata-kata orang lain sekalipun tidak dapat dijadikan sebagai penentu kebahagiaan. Kebahagiaan yang benar dimulai dari dalam diri sendiri.
Atlet sky berkebangsaan Inggris, Michael Eddy Edwards telah membuktikan kata-kata tersebut. Pada tahun 1988, Eddy Edwards pernah mengalami kebahagiaan yang luar biasa di Calgary, Kanada. Di tempat itu, Michael Eddy Edwards mewujudkan impiannya dengan mengikuti olimpiade musim dingin sekalipun ayahnya melarangnya. Ayahnya bersikap pesimis dan skeptis terhadap olahraga yang hendak diikuti oleh anaknya karena saat itu, Eddy Edwards memiliki kekurangan pada kakinya yang mengakibatkan cara berjalannya menjadi kurang normal. Bahkan, asosiasi olimpiade Inggris raya saat itu meremehkan kemampuannya. Meskipun hal itu tidak mengurangi niat hati Eddy. itulah yang akhirnya membuat Eddy dikenal denga julukan sang elang dan memecahkan rekor Britania Raya pada masa itu.
Rupa-rupanya keberhasilan dan kebahagiaan Michael Eddy Edwards mengungkapkan keterpisahan dirinya terhadap pandangan pesimis dan skeptis dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Sejauh Michael Eddy Edwards memisahkan diri dari keraguan orang-orang terhadap kemampuannya, maka ia fokus pada tujuannya dan memperoleh keberhasilan. Sebaliknya, kalau saat itu Michael Eddy Edwards menyatukan diri dengan pandangan pesimis dan skeptis dari orang-orang di sekitarnya, maka ia tidak akan dikenal sebagai Eddy sang Elang dan tak akan pernah memecahkan rekor Britania Raya.
Dalam kondisi ini, keterpisahan terhadap orang lain bukanlah hal yang buruk. Keterpisahan adalah hal yang wajar dan bersifat fundamental. Kita memiliki pandangan yang tentu tidak sama dengan cara pandang orang lain. Ketidaksamaan pandangan ini saja sudah memperlihatkan bahwa pada dasarnya relasi antara manusia dan orang lain sudah diwarnai oleh keterpisahan. Namun keterpisahan tidak berarti perlawanan dengan orang lain. Emanuel Levinas, Filsuf Prancis Kontemporer mengidentikkan perlawanan sebagai sebuah totalisasi yakni keinginan untuk menguasai yang lain. Kalau orang cenderung melihat pandangan yang berlainan sebagai sebuah perlawanan maka yang akan terjadi adalah masing-masing orang akan berusaha untuk mengunggulkan pandangannya dan menundukkan pandangan orang lain. Pada saat itulah totalisasi sebagai keinginan untuk menguasai orang lain mulai terjadi. Lain halnya, ketika pandangan yang saling berlainan itu dilihat sebagai sebuah keterpisahan, maka hal yang terjadi adalah masing-masing orang akan terhindar dari kecenderungan untuk menundukkan pandangan orang lain. Hal itulah yang dibuat oleh Eddy Edwards. Ia tidak pernah mempersoalkan pandangan skeptis dan pesimis dari orang-orang di sekitarnya.
Selain itu itu, keterpisahan dari orang lain memungkinkan adanya interioritas. Interioritas atau keadaan batin mencirikan keunikan seseorang yang tidak mudah dipengaruhi oleh pandangan orang yang cenderung skeptis atau pesimis sekalipun. Seseorang bisa saja diremehkan dan dihina oleh orang lain seperti dialami Michael Eddy Edwards. Akan tetapi interioritas atau keadaan batin seseorang tidak akan mudah ditundukkan oleh kata-kata orang yang menjatuhkan walaupun kata-kata itu berasal dari orang terdekat sekalipun. Itulah sebabnya, Emanuel Levinas menyebutkan bahwa interioritas atau keadaan batin seseorang tidak akan menyerah pada totalitas. Karena itu, memisahkan diri dari pandangan serta perbuatan orang lain yang buruk serta adanya interioritas atau keadaan batin yang tak tergoyahkan akan membuat orang fokus pada tujuannya dan mencapai kebahagiaan. Atas dasar itu, maka seseorang tak harus tunduk pada pandangan atau perbuatan orang lain yang bersikap skeptis dan pesimis sebab semua manusia itu setara. Dalam puisinya bertajuk “ Malam Rabiul Awal”, Remy Sylado membahasakannya secara metaforis lewat kata-kata berikut: ia sempurna tapi bukan dewa/ bukan juga pencipta/ ia manusia seperti kita. (oleh Christian Romario).