Kekerasan tidak lagi asing. Sudah banyak orang yang mendengar cerita kekerasan, entah cerita itu datang dari orang sekitarnya atau datang dari publikasi media massa. Cukup banyak orang yang tahu cerita kekerasan perang dunia 1 yang dimulai 28 Juli 1914. Ataupun perang dunia II yang terkenal dengan ledakan bom di Hieroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945. Di sana ada tatanan dunia yang hendak dibangun, tapi menggunakan kekerasan.
Ironisnya bahwa cerita kekerasan tidak hanya menimpa manusia. Tapi juga menimpa para dewa. Di Babilonia, Enuma Elish menampilkan racikan cerita penciptaan dunia dengan mengekalkan kekerasan berantai. Dimulai dengan rencana Apsu (dewa air tawar) dan Tiamet (dewa air asin) yang hendak membunuh anak-anaknya karena tidak tahan akan kebisingan. Malangnya rencana gagal karena Apsu lebih dahulu dibunuh oleh Ea yang telah mengetahui rencana tersebut. Kematian Apsu melahirkan keinginan Tiamet untuk balas dendam. Namun dendam tak terbalas karena Marduk (sang anak) lebih dahulu membunuh Tiamet, sang Ibu. Dari tubuh Tiamet yang tercabik muncullah berbagai jenis makhluk hidup. Sedangkan, Marduk dihadiahkan Babilonia. Babilonia mengekalkan identitas kota dan kisah penciptaan dari rantai kekerasan.

Bukan tidak mungkin kekerasan dapat menciptakan tatanan dunia. Hanya saja membangun tatanan dunia dengan kekerasan bukanlah yang terbaik. Mungkin hal itu yang terlintas dalam renungan bangsa Israel selama pembuangan di Babilonia. Beruntung bahwa bangsa Israel menemukan Allah ditengah pembuangan. Mereka tidak tunduk pada mitologi Enuma Elish, tapi lebih bergumul dengan wawasan tentang kisah penciptaan dari Allah yang diimani sebagai YAHWEH. Allah menciptakan makhluk hidup dan segala isinya tanpa secuilpun kekerasan tanpa secuilpun perselisihan. Hanya dengan kata-kata kreatif, dunia dijadikan oleh Allah. Transformasi keadaan pra-penciptaan dari yang belum berbentuk dan kosong menjadi tatanan dunia yang baik muncul dari kata-kata kreatif Allah. Bahkan ada waktu untuk Sabat. Allah beristirahat pada hari ke tujuh.
Walaupun pada akhirnya, kisah penciptaan ini dipertentangkan dengan teori evolusi ataupun Big bang. Sepertinya ada arogansi untuk menentukan mana yang paling benar. Mungkin banyak yang belum tahu bahwa kisah penciptaan dalam kitab Kejadian adalah kisah iman. Tidak ada hubungannya dengan kosmologi. Ketika bangsa Israel mengukir kisah penciptaan, mereka percaya cuma Allah yang menciptakan dunia dari ketiadaan (ex nihilo). Lebih kerennya, Allah bisa disebutkan sebagai sebab utama yang memungkinkan sebab-sebab duniawi. Barangkali evolusi dan Big bang sekalipun harus ada penyebabnya.

Tapi tak perlu terlalu jauh tentang ini, sebab dalam banyak hal, kisah penciptaan telah mengajarkan bahwa tatanan dunia tak harus dibangun dengan kekerasan. Kehidupan yang sungguh-sungguh baik dapat dibangun dengan kata-kata yang kreatif dan dialog yang kreatif. Walau begitu tidak semua kata sungguh baik. Kata-kata yang kasar, penuh dengan kebencian, penghinaan, provokasi, dan celaan tidak dapat membangun dunia yang baik. Cuma kata-kata kreatif yang dapat merubah persoalan yang tidak berbentuk dan penuh kerumitan menjadi jagat yang penuh berkat dan kebaikan. Sepertinya kita membutuhkan kata-kata kreatif ini dalam hidup bersama, supaya kita punya waktu untuk sabat, punya waktu untuk istirahat.