Semakin aku hidup, semakin banyak aku belajar. Itulah yang dialami SANPUKAT pada 22 April 2024 di Aula Famous Hotel-Kute Bali. Dalam ruangan berbentuk persegi panjang, SANPUKAT bersama dengan 12 belas mitra berkumpul untuk mengikuti pelatihan Local Fundraising Batch IV. Para mitra merupakan perwakilan organisasi dari berbagai wilayah terkhususnya wilayah Indonesia Timur dan Tengah. Kegiatan dimulai dengan deskripsi acara pertemuan yang dibawakan oleh seseorang wanita berpostur tinggi dengan potongan rambut pendek Agustine Dwi Kumiawati. Setelah itu, perwakilan Missereor yang adalah resource mobilization cordinator (Asia) Benazir Lobo Bader diberi ruang dan waktu seluasnya untuk berbagi pandangan. Ia berasal dari Bombay, India namun telah 20 tahun berkarya di Jerman. Dia telah lama bekerja untuk Misssereor. “Saya telah bekerja dengan Missereor selama 19 tahun”, ucapnya.
Benazir Lobo Bader menyampaikan sepatah dua kata sebagai pendahuluan kegiatan. Ia gembira karena dapat bertemu dengan para mitra dari Indonesia. Kepada SANPUKAT dan Mitra lainnya, sosok yang murah senyum ini menyampaikan bahwa kegiatan Local Fundraising adalah program yang telah diusulkan oleh Missereor sejak 12 tahun yang lalu dan kegiatan di Famous Hotel merupakan kelanjutan darinya. Local Fundraising tidak untuk menghentikan bantuan dari donor internasional. ” Reduce depedency from international Funding agencies”, tuturnya memberi harapan.
Benazir Lobo Bader menceritakan bahwa local fundrasing telah berlangung di India, Bangladesh, Nepal, Sri lanka, dan Kamboja. Local fundraising dibuat agar ada kesetaraan antara donor dan lembaga.” Local fundraising strengthen the self-confidence of Pos as well their potential for negotiation with funding agencies”, tutur Benazir Lobo Bader yang saat itu mengenakan busana khas India.
Usai sepatah kata dari resource mobilization cordinator (Asia) Benazir Lobo Bader, Ariwan Perdana membagi mitra kedalam dua kelompok. Ibarat berjalan dua-dua ke Emaus, SANPUKAT dipasangkan dengan mitra dari Karya Murni Manggarai untuk berbagi pengalaman terkait isu-isu yang dihadapi oleh masing-masing organisasi. Lalu, keduanya menyampaikan hasil diskusi kepada peserta kegiatan. Begitupun sebaliknya dengan mitra-mitra lain.
Sekitar pukul 10.00 WITA, Ariwan perdana kembali mengantar SANPUKAT dan para mitra untuk melihat tujuan dari kegiatan. Kursi sofa dijadikannya sebagai simbol kenyamanan saat mitra mendapat donor dari lembaga internasional. Benyamin Yunianto Bisa merespons analogi sofa kosong dengan menceritakan situasi di SANPUKAT dan menutup ucapannya dengan sepatah kalimat, “setelah ini, kita mau kemana kalau lembaga donor luar negeri tidak ada lagi”. Alhasil, Ariwan Perdana pun menjelaskan tentang learning zona model yakni zona nyaman, zona panik, zona belajar, dan zona bertumbuh. Penjelasannya terus berlanjut hingga teori determinasi diri seperti amotivasi, ekternal, introjeksi, identifikasi, dan intrinsik/motivasi diri. Lalu, Ariwan Perdana mengajak mitra untuk melihat posisinya ada di bagian mana dalam konteks local fundraising.
Kegiatan semakin menarik, ketika Ariwan Perdana meletakan sebuah tas di tengah-tengah lingkaran yang dibuat oleh para mitra. Para mitra diajak untuk menebak isi tas. Apapun isi di dalamnya. Analogi tas mengajarkan tentang pencapaian dan pembelajaran. “kalau kita dapat mencapai tujuan itu disebut pencapaian, tapi kalau tidak itu disebut sebagai pembelajaran”, tutur Ariwan Perdana yang khas dengan topi hitam yang selalu melekat di kepalanya.
Namun, sesi itu bukanlah akhir sebab setelahnya SANPUKAT bersama dengan para mitra lainnya masih diajak untuk mengenali donor dari domestik, nasional, dan internasional dengan penekanan bahwa local fundraising adalah donor dari domestik. Hal ini berlangsung hingga makan siang sekitar pukul 12.30 WITA.
Pada pukul 13.30, SANPUKAT bersama dengan para mitra kembali ke ruangan yang nampak dingin karena AC yang tidak berhenti bekerja. Dalam ruangan itu, para peserta menghabiskan satu jam berikutnya dengan menghitung dan mengisi pada excel Change The Game Academi terkait lokal kontibusi dari domestik, nasional, dan internasional untuk organisasi. Dinamika sungguh terlihat di situ karena semua organisasi memiliki kondisi keuangan yang berbeda-beda. Bahkan SANPUKAT berada pada posisi yang rentan karena kontribusi internasionalnya jauh lebih besar dari pada kontibusi lokal. Selisih keduanya bagaikan bumi dan langit.
Barangkali SANPUKAT mesti mulai memikirkan tentang donor domestik karena donor internasional sewaktu-waktu bisa berkurang dan berakhir karena perubahan sosial dan perkembangan zaman. Namun waktunya tidak pasti. Ia ibarat datangnya angin tak ada yang tahu. Tentunya, Ini pesan yang berarti sebelum kegiatan hari ini akhirnya ditutup pada pukul 17.25 WITA.
Excellent
terima kasih, Bapa Romo